
Digitalisasi. Kata yang sudah berkali-kali kita dengar, sampai terkadang rasanya… ya, agak membosankan. Tapi di tengah arus teknologi yang terus berubah ini, kata itu justru semakin berarti—terutama bagi pelaku usaha kecil di wilayah yang selama ini jarang dilirik. Dan kali ini, BNI hadir membawa angin segar ke Indonesia Timur dengan gebrakannya.
Oke, mungkin kita terdengar sedikit dramatis. Tapi kenyataannya, langkah BNI ini memang layak diperbincangkan. Melalui penguatan infrastruktur digital dan layanan keuangan berbasis teknologi, mereka menyasar para pelaku UMKM yang selama ini lebih sering berjuang sendiri, kadang tanpa dukungan sistemik.
Fokus Wilayah Terpinggirkan, Tapi Tidak Tertinggal
Apakah kamu pernah berpikir betapa sulitnya akses perbankan di daerah-daerah seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, atau Papua? Banyak dari para pelaku usaha di sana masih mengandalkan transaksi tunai atau bahkan sistem barter, ya… meski terdengar kuno, itu kenyataannya. Di sinilah BNI melangkah, memperluas jangkauan melalui cabang digital dan layanan keuangan inklusif.
Yang menarik, mereka nggak hanya membangun infrastruktur, tapi juga melakukan edukasi. Lewat program literasi keuangan dan pelatihan UMKM, masyarakat diajak untuk memahami dan memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu. Jadi bukan cuma soal akses, tapi juga pemahaman.
Langkah Nyata: Agen46 dan e-Channel
Salah satu cara BNI mendekatkan diri ke pelaku usaha adalah dengan memperkuat jaringan Agen46. Ini bukan ide baru sebenarnya. Tapi ketika dimaksimalkan dalam konteks wilayah Indonesia Timur, dampaknya bisa jauh lebih besar.
Para agen lokal diberdayakan sebagai titik layanan perbankan yang menjangkau pelosok desa—bahkan di tempat yang nggak ada sinyal sekalipun, karena beberapa masih bisa beroperasi secara semi-offline. Selain itu, BNI juga mendorong penggunaan e-Channel seperti mobile banking dan QRIS untuk transaksi harian.
Saya sempat ngobrol (jangan tanya dengan siapa, katakan saja orang lapangan) dan mereka bilang, kemudahan ini bikin pedagang pasar lebih berani menyimpan uangnya di bank, alih-alih di bawah bantal. Kecil? Mungkin. Tapi bukan berarti nggak penting.
Mendorong UMKM Go Digital, Tapi… Perlahan
Yang perlu kita pahami, transisi digital nggak selalu mulus. Apalagi kalau menyangkut budaya lokal dan kebiasaan yang sudah mendarah daging. BNI pun tampaknya menyadari hal ini. Oleh karena itu, pendekatannya dibuat cukup fleksibel. Mereka nggak memaksakan teknologi sebagai jawaban segalanya, tapi menggunakannya sebagai jembatan.
Misalnya, mereka tetap mempertahankan layanan manual Agen46. Ini bukan ide baru sebenarny tapi implementasinya tetap relevan — terutama di daerah-daerah yang belum sepenuhnya tersentuh digital. Agen46 menjadi penghubung antara masyarakat dan sistem perbankan modern, tapi dengan wajah yang familiar: warung, kios, atau tokoh masyarakat lokal. Jadi, walaupun masyarakat belum paham aplikasi perbankan, mereka tetap bisa melakukan transaksi digital melalui agen yang mereka percaya.
BNI seperti ingin bilang, “Kita digital, tapi tetap manusiawi.”
Edukasi Pelan-Pelan, Tapi Konsisten
Langkah BNI lainnya yang patut diapresiasi adalah fokus pada edukasi. Mereka nggak cuma memperkenalkan produk dan aplikasi, tapi juga turun langsung memberikan pelatihan dan pendampingan. Lewat kerja sama dengan komunitas lokal, kampus, dan pelaku UMKM, BNI mencoba menciptakan ekosistem yang saling mendukung.
Salah satu contohnya adalah program digitalisasi UMKM yang dikombinasikan dengan pelatihan pencatatan keuangan, strategi pemasaran digital, hingga akses pembiayaan mikro. Dengan begitu, pelaku UMKM nggak cuma ‘melek teknologi’, tapi juga benar-benar paham manfaatnya.
Tantangan Tetap Ada
Tentu, tantangan masih besar. Literasi digital belum merata, infrastruktur internet belum sempurna, dan ada resistensi budaya terhadap perubahan. Tapi BNI sepertinya sadar bahwa transformasi digital bukan sprint, melainkan maraton.
Mereka nggak mengejar angka semata, melainkan perubahan pola pikir — dan itu memang butuh waktu.
Menuju Masa Depan Digital yang Inklusif
Apa yang dilakukan BNI adalah bagian dari gambaran besar: membangun masa depan layanan keuangan yang inklusif dan relevan. Di mana teknologi bukan penghalang, tapi justru penyambung antar lapisan masyarakat. Dari korporasi besar di pusat kota, sampai ibu-ibu pelaku UMKM di kampung pesisir.
Dan jika pendekatan ini berhasil, bukan tidak mungkin model inklusif seperti ini bisa jadi role model transformasi digital perbankan di Asia Tenggara — bahkan dunia.